Red – Barab Dafri. FR
LAHAT SUMSEL, mediapagi.co.id – Aksi intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detikcom dikecam keras oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat saat dihubungi media ini melalui Ketua Bidang Advokasi/Pembelaan Wartawan PWI Pusat H Ocktap Riady SH. Minggu (31/5/2020).
Dijelaskan Ocktap yang juga mantan Ketua PWI Provinsi Sumsel, bahwa Intimidasi dan ancaman tersebut terkait berita Presiden Jokowi akan membuka mall di Bekasi. Untuk itu, PWI meminta polisi segera mengusut pelaku aksi tersebut.
Menurut Ocktap, intimidasi terhadap wartawan itu bermula dari tulisannya tentang rencana pembukaan mal di Bekasi di tengah pandemi Corona oleh Presiden Jokowi. Rupanya ada desakan untuk meralat judul dan tulisan itu yang akhirnya berubah menjadi kunjungan Presiden Jokowi untuk memastikan kesiapan mal di Bekasi menghadapi New Normal.
Ternyata kejadian ini menimbulkan intimidasi yang dimulai dari penyebaran informasi tentang wartawan tersebut dan kecaman yang dialamatkan kepadanya. Terakhir ancaman pembunuhan di terima melalui WhatsApp. Menurut Ocktap, tindakan intimidasi dan ancaman pembunuhan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang itu melanggar pasal 4 ayat 1-3.
“Peranan pers itu untuk melakukan pengawasan, koreksi dan saran. Jika ada upaya menghambat peran itu bisa dipidana paling lama dua tahun dan denda Rp 500 juta,” ungkapnya.
Ocktap dengan tegas meminta polisi mengusut tuntas intimidasi yang dilakukan baik melalui media sosial atau melalui WhatsApp pribadi wartawan yang bersangkutan.
“Jika ada kesalahan terhadap pemberitaan ada hak koreksi dan hak jawab bukan dengan cara mengintimidasi wartawan, atau media yang menulis berita. Apalagi mengancam akan membunuh wartawannya. Ini tindakan barbar yang tidak bisa dibenarkan secara hukum. PWI juga meminta Dewan Pers ikut berperan aktif mendesak polisi mengusut kasus ini dan menanangkap pelaku pengancaman tersebut,” pintanya.
Selain itu, lanjut Ocktap, PWI juga meminta agar masyarakat ikut mengembangkan kemerdekaan pers dengan cara mengunakan saluran UU Pers, jika merasa pemberitaan sebuah media terjadi kekeliruan. Ada mekanisme hak jawab, jika tidak puas dengan suatu pemberitaan.
Ada mekanisme hak koreksi jangan gunakan kekerasan. Untuk diketahui, jurnalis Detikcom menulis berita tentang rencana Jokowi akan membuka mal di Bekasi di tengah pandemi Covid19 berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Bekasi.
Namun pernyataan Kasubbag itu kemudian diluruskan oleh Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik di Kota Bekasi dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. Klarifikasi itu pun telah dipublikasi Detikcom dalam bentuk artikel.
Nah, kekerasan terhadap penulis berita tersebut dimulai di media sosial. Nama penulis yang tercantum di dalam berita pun menyebar di internet, dari Facebook hingga Youtube. Salah satu akun yang menyebarkan adalah Salman Faris.
Dia mengunggah beberapa screenshot jejak digital penulis untuk mencari-cari kesalahannya, meskipun isinya tak terkait berita yang dipersoalkan. Selain itu, Situs Seword juga melakukan hal serupa dan menyebarkan opini yang menyerang penulis dan media.
Cara ini dikenal sebagai doxing, yaitu upaya mencari dan menyebarluaskan informasi pribadi seseorang di internet untuk tujuan menyerang dan melemahkan seseorang atau persekusi online. Doxing adalah salah satu ancaman dalam kebebasan pers.***
Komentar