Diduga Tak Patuhi MoU, PWI Minta Wartawan Medol Dikeluarkan Dari Penjara

Peristiwa131 Dilihat

Jurnalis: Barab Dafri. FR

PALEMBANG SUMSEL, mediapagi.co.id – Penanganan kasus yang menimpa Wartawan Media Online (Medol) sekaligus Pimpinan Redaksi liputanpersada.com, Moh Sadli Saleh (33) di wilayah hukum Buton Tengah, Sulawesi Tenggara berakhir dibalik jeruji besi kepolisian setempat.

Sadli dijebloskan ke penjara karena tulisannya berjudul “Abracadabra: Simpang Lima Labungkro Disulap Menjadi Simpang” tayang awal bulan Juli tahun lalu di Medol liputanpersada.com.

Proses hukum yang menimpa Sadli tersebut menimbulkan keprihatinan oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat ketika dihubungi media ini, Kamis (13/2/2020) melalui WhatsApp Ketua Bidang Pembelaan dan Advokasi PWI Pusat, H Ocktap Riady SH.

Padahal, sambung Ocktap, penanganan kasus Pers telah diatur dalam Nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), membedakan penanganan perkara pers dengan perkara lain dianggap belum banyak diketahui polisi di berbagai daerah.

Dijelaskan mantan ketua PWI Sumsel dua periode ini, bahwa aparat seharusnya untuk kasus Wartawan tetap menerapkan Undang-Undang (UU) Pokok Pers nomor 40 tahun 1999. Sebab, berdasarkan pasal 15 UU Pers ayat 2c yang berbunyi keberatan terhadap sebuah karya jurnalistik diselesaikan oleh Dewan Pers dan dilakukan dengan prosedur hak jawab dulu.

“Selain itu, kami menduga kinerja polisi setempat tidak mematuhi MoU antara Kapolri dengan Dewan Pers, bahwa penyelesaian perkara Pers harus melalui UU Pers, jangan langsung menerapkan UU ITE dan meski harus dihadapkan dengan UU ITE juga tidak boleh langsung melakukan penahanan,” tegasnya.

Untuk itu, Ocktaf yang juga wartawan senior penerima penghargaan Press Card Number One dari PWI Pusat saat HPN di Banjarmasin baru-baru ini meminta kepada pihak kepolisian agar tersangka dikeluarkan dari penjara untuk ditangguhkan penahanannya serta pengusutan kasus itu dilakukan melalui mekanisme UU Pers bukan melalui UU ITE.

Terpisah Staff Ahli Dewan Pers, Marah Sakti Siregar mengungkapkan, meski dalam suatu pemberitaan terkesan opini si penulis, tetap dibenarkan sebagai produk Jurnalis.

“Saya menilainya ini opini. Kalau berita harus ada data dan konfirmasi. Tapi opini juga produk jurnalistik,” katanya.

Perlu diketahui, Sadli ditahan terkait laporan Bupati Buton Tengah, Samahudin, ke Polres Baubau dengan sangkaan pelanggaran UU ITE.

Hingga kini Sadli telah tiga kali menjalani proses sidang di Pengadilan Negeri Buton. Ironisnya, Bupati Buton Tengah Samahudin tak pernah menghadiri panggilan sidang dalam status sebagai saksi pelapor. Malah Samahudin justru mengikuti acara Hari Pers Nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Saat tulisan itu terbit, Sadli tercatat sebagai Pemimpin Redaksi liputanpersada.com. Dengan nama perusahaan PT Global Media Nusantara. Perusahaan ini memiliki akta notaris Nomor : 20 tanggal 30 April 2005. Nomor AHU : C-01590 HT.01. Tahun 2016. TDP Nomor : 1011 1521 1277. NPWP : 02.480.9337.7-423.000.

Perusahaan ini dipimpin oleh Wira Pradana yang kantornya beralamat di Jalan Musyawarah B 54 RT 005/RW 002 Kebun Jeruk Jakarta Barat.***

Bagikan

Komentar